A. Landasan Empiris
Darmansyah (2010: 3) menjelaskan bahwa hasil penelitian dalam pembelajaran pada dekade terakhir mengungkapkan bahwa belajar akan lebih efektif, jika siswa dalam keadaan gembira. Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang luar biasa terhadap capaian hasil belajar siswa. Bahkan potensi kecerdasan intelektual yang selama ini menjadi “primadona” sebagai penentu keberhasilan belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar. Kecerdasan emosional telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap efektifitas pembelajaran disamping kecerdasan intelektual.
Teori Gestalt yang dikutip Nasution menyatakan bahwa :
Belajar tidak mungkin tanpa kemauan untuk belajar, maka kesukaan siswa terhadap sikap yang dilahirkan guru jelas akan memberikan motivasi tersendiri dalam belajar.Ada banyak cara untuk menggairahkan belajar siswa dengan cara menggembirakan dan itu dapat dipelajari oleh semua guru. Cara yang paling sering digunakan oleh guru adalah dengan meramu ice breaker yang disisipkan dalam psoses pembelajaran. Keunggulan ice breaker adalah bisa dipelajari oleh setiap orang tanpa membutuhkan ketrampilan tinggi. Justru ice breaker dapat direncanakan dan dimatchingkan dengan berbagai materi pelajarn yang akan diajarkan oleh guru.
B.Landasan Teoritis Ice breaker
sangat diperlukan dala proses pembelajaran di kelas untuk menjaga stamina emosi dan kecerdasan berpikir siswa. Ice breaker diberikan untuk memberikan rasa gembira yang bisa menumbuhkan sikap positif siswa dalam psoses pembelajaran. Goleman dalam Bobbi Dapoter (2001: 22) mengatakan bahwa Ketika otak menerima ancaman atau tekanan, kapasitas syaraf untuk berfikir rasional mengecil. Otak “dibajak secara emosional”. Psikolog dan peneliti Howard Gardner (1995: 94) seorang tokoh pendidikan yang telah mengembangkan teori Multiple intelligences.
C.Landasan Yuridis
Dalam kaitannya dalam proses pembelajaran yang menyenangkan ada beberapa ayat yang secara tersirat maupun tersurat mengatur tentang proses pembelajaran kepada siswa yang mengharuskan untuk memberikan kesempatan yang luas kepada ank untuk berekspresi dan berbagi pendapat. Dalam pasal 12 ayat 1 Konvensi Hak Anak yang berbunyi : “Negara-negara peserta akan menjamin hak anak yang berkemampuan untuk menyatakan secara bebas
pandangannya sendiri mengenai semua hal yang menyangkut hal itu, dengan diberikan bobot yang layak pada pandangan-pandangan anak yang mempunyai nilai sesuai dengan usia dan kematangan yang bersangkutan”. Sementara itu landasan yuridis yang ada di Indonesia dituliskan secara lebih jelas dalam undang-undang RI No.20 pasal 40 ayat 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal berbunyi:
“Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban :
A. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
B. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
C. Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.” Dalam rangka mengawal penyelenggaraan pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut diatas, Mentri Pendidikan Nasioanal yang mengamanatkan kepada seluruh penyelenggara pendidikan yang dituangkan dalam Permendiknas No.41 tahun 2007 Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah mengharuskan bahwa dalam kegiatan inti pembelajaran harus dilakukan secra interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, beraktifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik secara psikologis siswa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar